Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Diakonia


Diakonia di tanah Batak dimu¬lai dengan fokus Pendidikan oleh Gerrit van Asselt. Ia membeli tujuh orang anak-anak dari penjual anak-anak lalu mengajari mereka di Sipirok (Hutauruk 2011, 261). Penguasa Belanda di Padangsidempuan dan beberapa raja kemudian menyerahkan anak-anak untuk memperoleh pendidikan dari van Asselt. Jumlah anak yang pertama kali dididik oleh van Asselt sebanyak 20 orang (Hutauruk 2011, 262). Pada tahun 1891, dua orang suster bernama Liesette Niemann dan Thora von Wedell-Jarsberg tiba di Laguboti dengan tujuan khusus untuk memberikan pendidikan bagi kaum perempuan. Terdapat beberapa pengajaran yang diberikan pada waktu itu, antara lain penelaahan Alkitab, pengajaran katekisasi, menjahit, memasak, membersihkan kamar dan pekarangan. Pendidikan yang diberikan kepada perempuan pada tahun 1891 ini selanjutnya menjadi awal dari munculnya inspirasi untuk membuka pendidikan bagi kaum perempuan yang kemudian dikenal dengan jabatan gerejawi “bibelvrouw” (Hutauruk 2011, 268).

Diakonia di tanah Batak tidak hanya terbatas pada bidang pendidikan dan hukum. Pada tahun 1888, seorang penginjil bernama Hanstein melakukan tindakan diakonia untuk menolong orang-orang sakit, khususnya yang terkena penyakit kusta (na huliton) di Sipirok. Pada waktu itu, setiap orang yang terkena penyakit kusta akan dikucilkan, bahkan dikeluarkan dari desa. Masyarakat menganggap bahwa orang-orang yang menderita penyakit kusta merupakan orang-orang yang menjadi sumber penyakit dan mereka mendapatkan kutukan dari roh jahat (Hutauruk 2011, 271). Melihat hal tersebut, Hanstein kemudian mendirikan beberapa rumah untuk para penderita penyakit kusta serta menyediakan pengasuh untuk merawat mereka di Situmba (Hutauruk 2011, 267).

Selain itu, penginjil lain bernama Steinsik dari Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) menolong orang-orang yang sakit kusta di Laguboti. Orang-orang yang menderita penyakit kusta di Laguboti mendapatkan perlakuan yang sama seperti orang-orang yang ada di Sipirok. Tindakan diakonia yang dilakukan oleh Steinsik pada waktu itu adalah pendirian beberapa pondok untuk para penderita kusta di desa Sitalaktak (Hutauruk 2011, 270). Pada tahun 1900, para penderita penyakit kusta memiliki sebuah perkampungan yang lebih memadai serta jauh dari pemukiman masyarakat yang mengucilkan mereka. Tempat tersebut diberi nama Hutasalem. Pada waktu itu terdapat 30 orang yang tinggal di Hutasalem.

Perhatian para penginjil di tanah Batak pada waktu itu tidak hanya untuk orang-orang yang terkena penyakit kusta. Sekitar tahun 1899, mulai muncul pelayanan terhadap penyandang tunanetra dan tunarungu. Para penyandang tunanetra dan tunarungu memiliki pengalaman yang hampir mirip dengan penderita penyakit kusta. Mereka juga dijauhi oleh masyarakat serta hanya dapat mengharapkan belas kasihan dari orang lain bagi kelangsungan hidupnya. Perkembangan pelayanan bagi penyandang tunanetra dan tunarungu membuahkan hasil, yaitu dengan didirikannya perkampungan atau desa bagi yang diberi nama Hepatha bagi mereka pada tahun 1923 (Hutauruk 2011, 270).

Pelayanan diakonia di tanah Batak semakin berkembang, khususnya pada bidang kesehatan. Hal ini dapat terlihat dengan didirikannya rumah sakit pertama di Pearaja Tarutung pada tanggal 2 Juni 1900 (Hutauruk 2011, 276). Pendirian rumah sakit ini jelas membutuhkan tenaga medis yang jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, badan zending yang ada di tanah Batak membantu untuk menyelenggarakan pendidikan keperawatan bagi masyarakat Batak yang dapat mengerti huruf dan memiliki pengetahuan umum yang memadai (Hutauruk 2011, 278). Tindakan yang dilakukan oleh badan zending ini memberikan suatu peluang untuk terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Batak pada waktu itu. Pada tahun 1902, orang-orang Batak yang mengikuti pendidikan keperawatan telah bekerja di rumah sakit Pearaja. Mereka berjumlah tujuh orang, yang terdiri dari satu orang apoteker, dua orang perawat laki-laki, satu orang penjaga keamanan, dua orang buruh bangunan, dan satu orang pelayan (Hutauruk 2011, 278).

Berdasarkan Aturan (tata gereja) HKBP 2002 Dung Amandemen Paduahon, tidak ada secara eksplisit dipaparkan mengenai pengertian diakonia menurut HKBP. Dalam aturan dan peraturan HKBP tahun 2002, dijelaskan bahwa diakonia secara sinodal dipimpin oleh departemen diakonia yang merupakan organ umum yang melayankan segala kegiatan yang berkenaan dengan diakonia di segenap HKBP dan dipimpin oleh Kepala Departemen Diakonia (HKBP 2002, 96).

Sementara itu, dalam tingkat jemaat, diakonia dijalankan oleh dewan diakonia yang merupakan organ pelayanan di tingkat jemaat, yang memikirkan dan melaksanakan pelayanan diakonia, meningkatkan pengetahuan dan kesehatan, demikian juga melaksanakan percakapan dan komunikasi dengan masyarakat sekitar maupun pemerintah, yang mencakup seksi diakoni sosial, seksi pendidikan, seksi kesehatan, dan seksi kemasyarakatan (HKBP 2002, 94). Dengan demikian, dapat terlihat dengan jelas bahwa belum ada perumusan yang jelas mengenai pengertian diakonia menurut HKBP, namun pelaksanaan kegiatan diakonia tetap berjalan dan dilakukan oleh empat seksi yang ada dalam dewan diakonia.

Pada masa ini HKBP memiliki tugas untuk merumuskan panggilan diakonia. Dalam Renstra HKBP 2016-2020, HKBP memiliki visi untuk menjadi berkat bagi dunia dan diwujudkan dalam 8 misi:
1. Beribadah kepada Allah Tritunggal, Bapa, Anak, dan Roh Kudus, dan bersekutu dengan saudara-saudara seiman.
2. Mendidik jemaat supaya sungguh-sungguh menjadi anak Allah dan warga negara yang baik.
3. Mengabarkan Injil kepada yang belum mengenal Kristus dan yang sudah menjauh dari gereja.
4. Mendoakan dan menyampaikan pesan kenabian kepada masyarakat dan Negara.
5. Menggarami dan menerangi budaya Batak, Indonesia dan Global dengan Injil.
6. Memulihkan harkat dan martabat orang kecil dan tersisih melalui pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
7. Membangun dan mengembangkan kerjasama antar gereja dan dialog lintas agama.
8. Mengembangkan penatalayanan (pelayan, organisasi, administrasi, keuangan, dan aset) dan melaksanakan pembangunan gereja.

Poin 6 berkaitan erat dengan tugas gereja di poin 4 kalau kita mau fokus kepada perubahan sistem dan struktur, bukan hanya diakonia dalam bentuk karitatif.

Huria Kristen Batak Protestan adalah gereja yang mengaku memiliki pemahaman teologi Lutheran dan berbasis di Sumatera Utara. Pengakuan Iman yang kita gunakan untuk memahami pandangan teologis mengenai diakonia dan politik adalah Konfesi HKBP 1951 dan Konfesi HKBP 1996. HKBP melihat dirinya sebagai gereja yang harus terlibat dalam kehidupan berbangsa namun bukan sebagai gereja negara. Pengakuan Iman HKBP 1951, Pasal 8 poin A tentang Gereja menyatakan,

A. Kita percaya dan menyaksikan :
Gereja ialah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yang dipanggil, dihimpun, dikuduskan dan ditetapkan Allah dengan Rohu’l Kudus (1Kor. 1:2; 1Ptr.2: 9; Ef. 1:2,22; 1Kor. 3).

Dalam penjelasan poin 3, dicantumkan,
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan:
3. Pemikiran bahwa Gereja harus menjadi Gereja Negara, sebab kewajiban dari Gereja dan kewajiban negara adalah berlainan.
Konfesi HKBP 1951 dipengaruhi oleh Deklarasi Barmen yang berusaha mengingatkan bahwa gereja tidak boleh menjadi Der Volkskirche (gereja bangsa), yang mementingkan suara bersama dalam persekutuan orang-orang percaya (lht. Barmen Declaration 1934 dalam Bradstock & Rowland 2002, 201-203). Tema penolakan ide Der Volkskirche ini kembali diulangi di Konfesi HKBP 1996 Pasal 7 C dengan kalimat yang kurang lebih serupa. Lebih lanjut, pemahaman HKBP mengenai relasi gereja dan pemerintah di atas diperkuat dalam pasal 12 tentang Pemerintah yang menyatakan,

Kita menyaksikan :
Pemerintah yang berkuasa adalah dari Allah datangnya. Ialah pemerintah yang melawan kejahatan, yang mempertahankan keadilan yang berusaha agar orang percaya dapat hidup sejahtera seperti tercantum pada Roma 13 dan 1 Timotius 2:2.
Pada lain pihak kita harus ingat yang tercantum pada Kisah Rasul 5:29: “Wajiblah orang menurut Allah lebih daripada manusia.”
Dengan ajaran ini kita menyaksikan: Gereja harus mendoakan Pemerintah agar berjalan di dalam keadilan. Sebaiknya Gereja pada saat-saat yang perlu harus memperdengarkan suaranya terhadap Pemerintah.

Dengan ajaran ini kita menolak paham yang mengatakan: Negara adalah negara keagamaan, sebab Negara dan Gereja mempunyai bidang-bidang tersendiri (Mat. 22:21b).

Jika perlu di hadapan hakim untuk menyaksikan kebenaran, orang Kristen boleh bersumpah, demikian pula waktu menerima jabatan atau pangkat. (Konfesi HKBP 1996 Pasal 12)

Dari pemahaman di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa HKBP melihat dirinya sebagai suara kritis terhadap pemerintahan. Dia tidak menentang pemerintah karena pemerintah berasal dari Allah, namun kepatuhan terhadap Allah tetap di atas kepatuhan terhadap pemerintah dunia. Karena sikap kritis ini, HKBP bukanlah gereja negara, namun juga bukan gereja yang tidak aktif dalam kehidupan berbangsa. Bahkan, gereja dili¬hat sebagai penyuara norma moral terhadap pemerintahan.

Pandangan tentang diakonia ditemukan dalam pasal 12 mengenai Perbuatan dan Iman, di mana gereja diminta untuk “menghasilkan buah bagi manusia dan bagi sekitarnya.” Dalam pasal 4 mengenai masyarakat, HKBP menuliskan

Kita menekankan pentingnya iman dan tanggung jawab kita dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dalam melayani orang miskin, yang sakit, yang melarat, orang asing, yang terbelakang, yang bodoh, korban ketidakpastian hukum (penyelewengan hukum).

Kita menekankan kesamaan hidup dan hak azasi manusia bagi manusia yang hidup di kota dan di desa/ petani, dalam perencanaan, dalam mengambil keputusan dan pengawasan.

Dari pengamatan di atas kita bisa melihat bahwa HKBP berusaha menjaga untuk tidak terlibat aktif dalam pemerintahan sebagai agama negara, namun berperan serta dalam menolong mereka yang menjadi korban ketidakpastian hukum.
(Tim Redaksi disadur dari sajian Pdt. Dr. Binsar Pakpahan)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s