Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Nasional (BMN)


Pada Forum G-20 di Pitsburg, Amerika Serikat dan COP 15 di Copenhagen tahun 2009, Indonesia telah meratifikasi konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa – Bangsa. Indonesia bersama-sama anggota masyarakat Internasional berupaya mencegah meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfir. Indonesia berkomitmen akan menurunkan emisi GRK sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sampai dengan 41% pada 2020 dengan dukungan Internasional. Pembangunan rendah karbon merupakan agenda baru secara bertahap telah kita adaptasi melalui Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2015 untuk menuju Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, dimana diproyeksikan pada tahun 2025 pendapatan per kapita sekitar 14.250-15.500 $ US dengan pertumbuhan riil 7-8%.

Untuk menuju Indonesia yang mandiri, maju, adil, makmur pada tahun 2025, pembangunan ekonomi sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan (Pro-Growth) tanpa harus mengorbankan lingkungan (Pro-Environment). Pertumbuhan ekonomi meningkat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi meningkat untuk menciptakan lapangan pekerjaan (Pro-Job), dengan adanya lapangan kerja diperlukan untuk meningkatkan pendapatan per kapita (Pro-Poor). Salah satu dari 8 agenda ekonomi khusus di bidang kehutanan adalah “GERAKAN INDONESIA BERSIH” dilakukan dengan mempertahankan Hutan Alam yanng masih baik dan memanfaatkan kayu dari hutan tanaman lestari serta merehabilitasi hutan dan lahan yang telah rusak.

Pemanasan global bukan merupakan fenomena alam biasa akan tetapi dikarenakan oleh aktivitas manusia yang tidak terkendali meng-emisi Gas Rumah Kaca ke atmosfer yang mengakibatkan temperatur atmosfer global meningkat. Emisi Gas Rumah Kaca/Green House Glasses (GHG’s) bersumber dari : (1). Emisi Energi 65%, Penggunaan Energi 24%, Transportasi 14%, Bangunan 8%, Industri 14% dan penggunaan energi lainnya 5%, (2). Non Emisi Energi 35% dari Penggunaan Lahan 18%, Pertanian 14%, Sampah 3%. Dampak pemanasan global nyata terjadi di se antero dunia termasuk Indonesia, apabila tidak segera dikendalikan dipastikan bumi akan terperangkap dalam Gas Rumah Kaca yang mengakibatkan terjadinya : Penurunan persediaan pangan, menipisnya persediaan air, kerusakan ekosistem, kondisi cuaca yang sangat ekstrim dan terjadinya resiko dari perubahan besar yang bersifat mendadak.

Perubahan iklim merupakan urusan global, masyarakat internasional memiliki kepentingan untuk melindungi hutan tropis Indonesia sebagai paru-paru dunia dan kita sendiri memiliki kepentingan untuk menjaga kelestariannya agar terhindar dari bencana alam seperti: Banjir bandang, kekeringan berkepanjangan dan tanah longsor yang dewasa ini sering terjadi. Sudah selayaknya negara industri maju peng-emisi terbesar dunia yang tidak memiliki hutan memberi kompensasi bantuan dan kerjasama kepada Indonesia dan negara berkembang lainnya untuk melestarikan dan merehabilitasi hutan dalam rangka antisipasi dampak pemanasan global. Indonesia berkomitmen akan menurunkan emisi sampai dengan 26% tanpa bantuan luar negeri (Bussiness as usual) atau 41% dengan bantuan pendanaan dari luar negeri pada tahun 2020. Dampak dan penyebab perubahan iklim telah kita pahami bersama, hal yang paling penting adalah merubah keadaan dengan aksi nyata, yang paling efektif dan murah dengan melakukan penanaman pohon secara masal. Sebagai perwujudan komitmen Indonesia dalam antisipasi perubahan iklim, Presiden RI pada peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Nasional (BMN) tahun 2009, di Padalarang Provinsi Jawa Barat, mengamanatkan: untuk menyelenggarakan Gerakan Penanaman minimal Satu Milyar Pohon setiap tahun yang diselenggarakan secara nasional dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan kritis serta antisipasi dampak perubahan iklim global.
Lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan negara maupun diluar kawasan hutan negara masih sangat luas. Di dalam kawasan, rehabilitasi hutan dilakukan dengan penanaman pohon pada kawasan hutan dengan fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Di luar kawasan, penanaman pohon dilakukan di wilayah pedesaan (rural-area) untuk pembangunan dan pengembangan hutan rakyat, dan tidak kalah pentingnya penanaman pohon di wilayah perkotaan (urban-area) untuk pembangunan dan pengembangan hutan kota tidak terkecuali penghijauan lingkungan kota. Pesatnya pembangunan sarana-prasarana fisik perkotaan mengakibatkan menyatunya, sentra perdagangan, kawasan industri, pusat perkantoran, pusat pendidikan, terminal transportasi (darat, udara, laut) dan wilayah pemukiman masyarakat yang saling dihubungkan dengan jaringan trasportasi, telekomunikasi, listrik yang melembaga menjadi wilayah perkotaan. Pembangunan perkotaan yang hanya mengedepankan pembangunan fisik wilayah dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi cenderung mengorbankan aspek lingkungan dengan menghilangkan bentang alam hamparan pepohonan pada ruang terbuka hijau sebagai paru-paru wilayah perkotaan. Di satu sisi, pesatnya penggunaan teknologi industri, transportasi dan pemanfaatan pendingin udara, secara signifikan telah menghasilkan polutan dan material organik beracun lainnya yang secara signifikan telah meningkatkan pencemaran udara wilayah perkotaan. Di sisi lain, minimnya hamparan alami pepohonan yang berfungsi sebagai paru-paru kota secara signifikan telah menurunkan kemampuan penyerapan CO, CO2, debu timbal dan bahan organik beracun lainnya. Kondisi tersebut apabila tidak ditangani akan terjadi “Ironi Pembangunan Perkotaan” wilayah perkotaan maju pesat secara fisik-ekonomi namun mengalami kemunduran dari aspek ekologis. Masyarakat perkotaan terperangkap dalam lingkungan hidup yang tidak sehat (banjir, udara panas, polusi udara dan air tanah, wabah penyakit, bau menyengat tidak sedap dll) yang telah kita ciptakan sendiri. Alhasil, biaya lingkungan (environment-cost) yang dikeluarkan jauh lebih besar dari keuntungan yang diperoleh (advantage-gain).

Akar permasalahan terjadinya ironi pembangunan perkotaan adalah dis-harmonisasi pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) versus pembangunan sarana-prasarana fisik perkotaan lainnya. Idealnya, ruang terbuka hijau wilayah perkotaan minimal 30 % dari luas Kabupaten/Kota dan luas Hutan Kota minimal 10 % dari luas Kabupaten/Kota yang menjadi bagian dari ruang terbuka hijau. Hutan Kota merupakan salah satu komponen penting dari ruang terbuka hijau dan keberadaannya sangat strategis untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem wilayah perkotaan. Sepuluh tahun terakhir, kesadaran masyarakat akan arti penting hutan kota meningkat. Keberadaan hutan kota ditengah-tengah masyarakat perkotaan sangat dirasakan utamanya masyarakat urban di kota-kota besar. Hal tersebut ditandai dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota membangun dan mengembangkan Hutan Kota pada ruang terbuka hijau. Bahkan ada kebijakan pemerintah Kabupaten/Kota me-refungsi bangunan fisik pada ruang terbuka hijau yang tidak sesuai peruntukannya menjadi Hutan Kota. Mengingat keterbatasan dan tingginya nilai ekonomi lahan perkotaan, maka bentuk Hutan Kota dapat disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang ada, tentunya tanpa mengurangi tujuan & fungsi Hutan Kota.

• Hutan Kota dapat berbentuk jalur mengikuti alur ruang terbuka hijau sepanjang jalan tol, sepadan sungai, rel kereta api, sepadan pantai dll.
• Pada komplek pemukiman, perkantoran, perdagangan, tempat peribadatan, lingkungan sekolah dll pembangunan Hutan Kota dapat berbentuk menyebar/terpencar sesuai dengan ketersediaan ruang terbuka hijau yang tidak luas dan sporadis.
• Pada kawasan industri, tempat rekreasi, bandara, pelabuhan dan fasilitas umum lainnya yang memiliki ruang terbuka hijau cukup luas dapat berbentuk hamparan hutan kota buatan (artificial forest) yang fungsinya menyerupai fungsi hutan alami.
Jenis pohon pembangunan Hutan Kota yang dipilih harus memiliki karakteristik spesifik sesuai dengan tujuan, fungsi Hutan Kota dan lokasi pembangunan Hutan Kota di kawasan pemukiman, industri, rekreasi, pelestarian plasma nutfah, kawasan perlindungan setempat. Karakteristik pohon yang dipilih adalah jenis pohon yang secara alamiah memiliki kemampuan untuk: penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, pengikat polusi udara, peresap air tanah, penahan angin, peredam kebisingan, penghasil bunga/buah yang digemari satwa, bentuk pohon yang indah dan unik, memiliki perakaran kuat, tidak mudah patah.

Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon merupakan gerakan nasional yang harus kita sukseskan dalam rangka untuk rehabilitasi hutan dan lahan kritis diseluruh wilayah Indonesia dan sebagai komitmen dan kepedulian Bangsa Indonesia dalam antisipasi dampak perubahan iklim. Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon diperlukan upaya, kesungguhan, terus menerus dan keterlibatan seluruh komponen masyarakat. Oleh karena itu, kesadaran akan arti penting menanam pohon dan semangat masyarakat untuk menanam pohon senantiasa ditingkatkan. Disamping itu, hal yang sangat penting adalah penyediaan bibit yang memadai dan terjangkau masyarakat di propinsi, kabupaten/kota sampai ke desa-desa diseluruh Indonesia. Untuk mensukseskan aksi Penanaman Satu Milyar Pohon, diharapkan:

  • Ompui Eporus secara terus menerus menghimbau di tingkat pimpinan, Distrik, Resort dan Uluan ikut berkontribusi melaksanakan Penanaman Satu Milyar Pohon.

Untuk memastikan keberhasilan penanaman, adalah agar supaya : pohon yang telah ditanam dipelihara, dirawat dan disulam apabila ada yang mati serta dijaga agar tumbuh seperti yang diharapkan (reforestation and regreening). Disamping itu, menjaga hutan yang masih bagus dari pembalakan liar (combat illegal logging ), mencegah perambahan kawasan hutan (avoid deforestation ), mencegah kebakaran (avoid forest fire )dan gangguan lain yang dapat merusak kelestarian hutan serta hal yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga dan mengelola lahan gambut dengan baik.
Bumi yang kita tempati ini harus dijaga dan akan kita wariskan kepada generasi mendatang. Untuk merehabilitasi hutan dan lahan yang telah rusak perlu dilakukan penanaman pohon yang harus menjadi suatu gerakan penanaman diseluruh pelosok tanah air yang dilakukan sepanjang tahun dengan melibatkan seluruh komponen bangsa. Kita harus optimis, apabila gerakan penanaman minimal satu milyar pohon setiap tahun dengan sungguh-sungguh maka tiga puluh tahun mendatang indonesia akan berubah total menjadi negara yang memiliki hutan baik dan lingkungan hijau untuk meningkatkan kesejahterakan masyarakat Indonesia sendiri dan dapat menjadi sumbangan dunia dalam upaya antisipasi perubahan iklim dan pemanasan global.Dan diharapkan kepada kita seluruhnya Tanam lah 25 pohon per orang selama hidup, dengan gerakan ini kita akan merasakan manfaatnya.

St.Drs.Manonggor Sihombing, M.Si
Mantan Kepala BB.TAHURA BANTEN

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s