PENDIDIKAN DARI RAHIM IBU SAMPAI RAHIM BUMI
“Education is from womb to tomb”, itulah aslinya ungkapan itu, yang datang dari para ahli psikologi pendidikan. Inti ungkapan itu, pendidikan bukan hanya di sekolah formal, bahkan jauh sebelum sekolah formal (yaitu sejak dalam womb – rahim ibu) dan sesudah (yaitu sampai ke tomb – rahim bumi = kuburan) sekolah formal, setiap orang itu perlu pendidikan.
Awalnya, para orangtualah pendidik bagi anak-anaknya pada semua kehidupan anaknya. Karena itu Alkitab pun berkata, agar setiap orangtua harus tampil sebagai pendidik kepada anak-anaknya sejak dini dan dalam semua aktivitasnya (Ul 6). Para orang dewasa sekalipun, harus tetap belajar agar semakin bijaksana. Karena itu rumah setiap orang kristen tidak pernah lepas dari pendidikan. Setiap aktivitas, harus dipahami sebagai bagian dari pendidikan, entah itu dia sendiri yang terdidik atau orang di sekitarnya dapat terdidik melalui aktivitas itu. Aktivitas seorang kristen tidak akan pernah bekerja hanya kepada diri sendiri, tetapi juga kepada orang lain.
Akan tetapi, kemudian hari – terutama pada masa pembuangan ke Babel – tugas pendidikan ini sebagian diemban oleh persekutuan umat TUHAN di Sinagoge untuk mengajarkan Hukum TUHAN. Dan ini diteruskan dalam zaman Gereja Awal. Namun harus diingat juga, bukan berarti mengabaikan peran orangtua. Lalu berkembang ada Sekolah Umum formal mengajarkan berbagai Ilmu pengetahuan, hingga saat ini.
Kita syukuri itu semua untuk pencerdasan umat, termasuk ketika Gereja masuk ke Tanah Batak, sekaligus dengan pendidikan formal yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Sehingga warga gereja, cerdas dan beriman. Jika Albert Einstein (abad 20) mengatakan Agama (baca: Iman) tanpa ilmu adalah buta, Ilmu tanpa agama (iman) adalah lumpuh (Religion without science is blind. Science without religion is paralyzed), tetapi Penginjil ke Tanah Batak (abad 19) sudah lebih dahulu melaksanakannya.
Tugas seperti itulah yang mau diingatkan oleh tema HKBP tahun 2017 “Pendidikan dan Pemberdayaan”. Semua warga mengingat pentingnya pendidikan sebagai tugas mulia dari TUHAN sejak janin sampai menjelang liang kubur. Semua orangtua mengingat tanggung jawabnya untuk mendidik; karena itu mereka mau memperlengkapi diri menjadi pendidik dalam keluarganya. Tetapi gereja pun harus aktif, dan makin gencar di zaman ini untuk mendidik semua warganya dan memberdayakan semua potensi, termasuk potensi orangtua mendidik anaknya.
Jika di akhir Desember berakhir Tahun Pendidikan, ya memang harus berakhir, tetapi seruan tema Pendidikan dan pemberdayaan, akan terus terlaksana di jemaat HKBP. TUHAN memberkati renungan harian kita ini sebagai bagian dari pendidikan dan pemberdayaan. HKBP harus menyediakan dan melaksanakan pendidikan bagi semua kelompok umur. Tidak cukup hanya anak sekolah Minggu dan Pelajar Sidi. Para calon nikah pun harus dididik dengan baik, tidak cukup hanya konseling pranikah 3-4 kali pertemuan saja. HKBP juga harus menyediakan Sekolah Minggu Dewasa, untuk memahami dan bagaimana menyikapi perkembangan aktual. Tidak boleh abai, pendidikan dan pemberdayaan Dewasa Lanjut untuk mampu memakai potensi dirinya menghidupi keadaannya sendiri. Terlanjur salah kita menyebut “Na suda gogo” atau “Laskar tak Berguna” bahkan sedikit negatif lagi ”Nga Bau Tano” bagi mereka yang berusia lanjut. Sesungguhnya, usia tua ini – walaupun terkesan sudah dekat “Rahim Bumi” bagi mereka, sangat baik untuk mempersiapkan pertemuan dengan TUHAN dan mengakhiri semuanya dengan baik di dunia ini. Karena itu perhatian dan kesempatan bagi kaum tua harus ditingkat. Potensi usia panjang makin tampak, rata-rata mencapai di atas 70 tahun untuk Indonesia. Karena itu harus komit untuk meningkatkanya.
(Pdt. Robert S. Pandiangan, M.Th)