Markus 1:21-28
Yesus memulai tugas pelayanan-Nya, setelah terlebih dahulu, Dia menerima baptisan dari Yohanes Pembaptis dan berpuasa di padang gurun selama 40 hari lamanya. Pada pelayanan Yesus, Dia mengajar, memberitakan firman Tuhan, dan menyembuhkan orang sakit. Berita ini terangkum dalam buku keempat Injil. Dalam perikop ini merupakan kisah-kisah awal yang diceritakan Markus tentang pelayanan Yesus. Tema sentral pada perikop ini adalah perihal sifat dan otoritas Yesus (exousia) yang ada pada diri-Nya, yang terlihat pada saat dia mengajar dan mengusir roh jahat. Dalam penjelasan Luther mengenai pasal Pengakuan Iman Rasuli, kita mengaku bahwa “Yesus Kristus adalah Allah sejati, yang lahir dari Bapa dari zaman kekekalan, dan juga manusia yang lahir dari perawan Maria.” Karena kesatuan pribadi kodrat ilahi dan manusiawi di dalam Kristus, sangat tepat mengatakan bukan saja bahwa “Kristus adalah Allah” (Bnd. 1Yoh. 5:20) dan “Kristus adalah manusia” (Bnd. 1Tim. 2:5), melainkan juga menyebut Dia “Orang ini adalah Allah” atau “Anak Manusia adalah Anak Allah” (Bnd. Mat. 16:13-17), dan “Allah adalah Manusia” (Bnd. Yoh. 1:14). Oleh karena itu, Dia memulai pelayanan-Nya dengan kuasa dan otoritas Allah itu terpancar dari Diri-Nya, yang seringkali Dia mengusir roh jahat, menyembuhkan orang sakit, mengampuni dosa yang semuanya itu berasal dari otoritas Allah sendiri.
Pada minggu Ephipanias ini, melalui perikop ini, kita melihat kuasa Yesus Kristus yang mengatasi setiap kuasa kegelapan, permasalahan, pemberi pencerahan dan kuasa yang menghidupkan. Dia memberitakan Injil untuk memberikan pencerahan, menguatkan iman, menyembuhkan, menghidupkan dan pertobatan bagi yang belum percaya. Kuasa Tuhan Yesus inilah yang sangat ditekankan kepada kita pada masa Epiphanias ini.
Pada hari Sabat Yesus bersama para murid mengajar di Sinagoge, di daerah Kapernaum. Sinagoge merupakan tempat orang Israel untuk belajar hukum taurat dan firman Tuhan. Ada kelas-kelas dengan tahapan umur dan ada bahan-bahan tertentu sesuai dengan kelas dan tahapan yang telah dilalui. Para murid dan Yesus masuk ke Sinagoge dan mengajar. Kesan para pendengar pada waktu itu adalah: mereka takjub terhadap pengajaran Yesus sebab Ia mengajar sebagai orang yang berkuasa. Kata yang dipakai untuk menyebut orang yang berkuasa adalah exousia yang artinya orang yang memiliki otoritas, kuasa, kekuatan bukan sekedar orang yang menjalankan sesuatu dan kepadanya diberi kuasa. Perbedaan antara model pengajaran Yesus dengan ahli taurat adalah otoritas pengajaran ahli taurat tergantung pada pengetahuan mereka dan kepatuhan terhadap tradisi-tradisi yang berlaku pada waktu itu. Sedangkan Yesus mengajar dengan otoritas Allah, seperti yang telah disebut di atas, bahwa Dia adalah Manusia sekaligus Tuhan. Otoritas Allah itu pun melekat pada-Nya.
Injil Markus tidak memberikan apa yang menjadi isi pengajaran Yesus, tetapi kita dapat menemukan contoh perbedaan antara pengajaran Yesus dan pengajaran para ahli Taurat di tempat lain dalam tradisi Injil. Misalnya, dalam Markus 12: 35-37, Yesus bertanya mengapa para ahli Taurat mengatakan bahwa Mesias adalah Anak Daud ketika Alkitab menunjukkan bahwa Daud menyebut Mesias sebagai “Tuan.” Alkitab sendiri menyatakan bahwa penafsiran tradisional para ahli Taurat itu tidak memadai. Yesus secara tidak langsung memberikan penafsiran bahwa yang dimaksud Raja Daud adalah diri Yesus sendiri. Artinya, Dia dengan otoritas-Nya sanggup mengklaim hal yang seperti itu. Begitu juga saat Dia mengatakan runtuhkanlah Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan membangunnya kembali (Mrk. 14:58, Yoh. 2:19, Mat. 26:61). Selain itu, pernah ada orang yang bertanya pada Yesus perihal kuasa yang ada pada-Nya “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?” (Markus 11:28-30) dan Dia tidak segera menjawab tapi dengan kuasa Allah, Dia mengajar kepada sebuah jawaban yaitu kepada kuasa Allah.
Pada bagian selanjutnya, fokus pada otoritas Yesus berlanjut. Yesus mengusir roh jahat dari seseorang yang merasukinya saat berada di Sinagoge. Roh jahat itu mengenal siapa Yesus, dia menyebut Yesus dengan ungkapan “Yang Kudus dari Allah.” Dan sepertinya roh jahat itu terusik dengan kehadiran dan pelayanan Yesus. Ungkapan “kami” yang disebut roh jahat itu menunjukkan kelompok si Iblis yang menyesatkan dan membuat manusia semakin hidup dalam kegelapan menjadi ketakutan terhadap kehadiran Yesus, tentu mereka tahu otoritas yang ada pada diri Yesus sendiri. Yesus dengan otoritas yang ada pada-Nya menghardik dan menyuruh agar roh jahat itu keluar dari diri orang itu. Teguran Yesus (epetimēsen) dan perintah untuk “diam” (phimōthēti) dalam Markus 1:25 sejajar dengan teguran Yesus (epetimēsen) yang disampaikan kepada angin ribut untuk diam (Mrk 4:39). Orang-orang yang melihat itu heran dan bertanya-tanya siapakah Yesus sehingga angin ribut pun tunduk dan taat pada-Nya. Begitu juga dengan roh-roh jahat semuanya tunduk juga kepada Yesus.
Apa yang dilakukan Yesus ini disebut mereka yang menyaksikannya adalah sebuah ajaran baru. Ajaran Yesus ini bisa kita gambarkan dengan ungkapan Yesus pada Markus 2:22 yang menyebut “Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.” Yesus membawa pembaruan dengan cara menggenapi-Nya dan Dia telah mencurahkan “anggur-Nya” demi banyak orang.
Otoritas Yesus terletak pada Diri-Nya yang termanifestasi juga melalui kata-kata-Nya dan perbuatan-Nya. Yesus menggunakan wewenang-Nya untuk melayani dan memuliakan Tuhan Allah (Mrk. 10:41-45). Otoritas dari Allah berbeda dengan otoritas yang ada dari bumi ini. Otoritas dari Allah selalu melakukan kebenaran dan kebaikan berdasarkan kehendak Allah. Sedangkan otoritas dari dunia ini atau si Iblis selalu membawa perpecahan, kepentingan si Iblis dan kematian. Dan masih banyak lagi yang bisa kita lihat beda dari kedua otoritas itu. Dan yang terutama lewat kematian dan kebangkitan Yesus telah dibuktikan bahwa Yesus telah berkuasa atas langit dan bumi.
Poin utama dari perikop ini adalah:
1. Bisakah kita memiliki otoritas Allah itu? Para murid Yesus membuktikan bahwa mereka memiliki dan memakai otoritas dari Allah untuk mengajar, memberitakan firman Tuhan, menyembuhkan orang sakit dan melayani. Bagaimana kita bisa memilikinya? Dengan anugerah Allah semata. Ketika kita menjadi satu di dalam baptisan Yesus, dalam darah dan daging Kristus, dan firman Tuhan yang berdiam di dalam diri kita, serta Roh Kudus yang memenuhi dan berkuasa atas kita. Kedaulatan Tuhan akan menganugerahkan kuasa itu kepada siapa saja yang Tuhan kehendaki. Simon Petrus bersaksi bahwa otoritas itu merupakan anugerah Allah. Simon penyamak kulit hendak membeli kuasa itu dari Petrus, maka Petrus menghardik dia karena kuasa itu tidak dapat diganti dengan uang. Kita menggunakan kuasa Tuhan yang ada pada diri kita untuk memuliakan nama Tuhan.
2. Pada masa Epiphanias ini kita mencoba untuk menghidupi Kristus yang berkuasa itu di dalam kehidupan kita, termasuk menjalani tahun baru tahun 2019 ini. Umat tidak hanya sekedar mengenang Yesus yang pernah hidup di dunia ini, yang berkuasa mengusir roh jahat, menghapuskan dosa, menghidupkan orang mati dan sebagainya; tetapi umat hendak diajak untuk menemukan, mengalami dan menyaksikan kepada banyak orang bahwa kita telah mengalami kuasa Yesus itu dalam diri kita sendiri.
3. Bagaimana kita tidak hanya kagum kepada kuasa, ajaran dan apa yang dilakukan Yesus seperti yang dilakukan oleh sebagian orang yang ada pada waktu itu. Bagaimana kita pun menjadi orang yang percaya dan mengundang kuasa Tuhan ke dalam hidup kita yang penuh dengan kemelut dan kegelapan agar kita melihat dan mengalami kuasa Tuhan dalam diri kita.
(Pdt. Rudi SM Pardede)