Menjadi Manusia Baru di Dalam Tuhan


MINGGU TRINITATIS, 27 MEI 2018

(Yehezkiel 36:25-28)

Yehezkiel adalah seorang nabi yang dipakai oleh Allah untuk menyampaikan Firman-Nya di masa pembuangan, yakni dalam pembuangan ke Babel 597/587. Pembuangan ini terjadi disebabkan dosa bangsa itu, di mana bangsa itu telah meninggalkan Allah karena berpaling kepada ilah duniawi. Oleh karena itu pembuangan yang terjadi adalah bentuk hukuman Allah kepada bangsa Israel. Dalam masa pembuangan itu, Allah mengajarkan kepada bangsa Israel tentang kekudusan-Nya melalui para nabi, dan mengajarkan bahwa mereka akan dibebaskan oleh Allah hanya jika mereka telah meninggalkan dosa mereka. Mereka akan bebas bukan karena kekuatan militer, bukan karena pemberontakan tetapi mereka akan bebas atas kehendak Allah. Dalam nats ini dijelaskan bahwa pembebasan itu adalah inisiatif Allah sendiri (ay.22), yang dilakukan-Nya dengan cara menebus dosa mereka dan menyucikannya (ay.25); Allah menebus dosa manusia dan melupakan pelanggaran mereka karena kasih-Nya yang besar, memberikan hati yang baru dan roh yang baru (ay. 26-27), memberikan mereka tempat tinggal dan makanan (Kesejahteraan; ay.28). Pembebasan atau kemerdekaan yang diberikan oleh Allah adalah pembebasan secara holistik, bukan hanya aspek politik namun secara politik, ekonomi, dan spiritualitas.

Allah adalah kudus, sehingga Dia saja yang dapat menguduskan manusia, dan melalui roh yang diberikan-Nya kepada manusia itu akan menuntun manusia untuk mengenal dan hidup di dalam kekudusan-Nya. Kekudusan itu adalah awal dari pembebasan yang diberikan oleh Allah bagi setiap orang, sehingga tidak mungkin untuk mendapatkan pembebasan apabila roh Allah tidak berdiam dalam diri manusia.

Realitas yang terjadi pada saat ini adalah banyak orang yang meninggalkan Allah demi mendapatkan kebutuhan di dalam hidupnya. Menjalani hidup dengan keinginan diri sendiri, sehingga sering prinsip “jalan pintas dianggap pantas” untuk dilakukan. Dalam kehidupan sekarang banyak ditemukan keluarga yang tidak rukun, yang tidak setia dengan pasangan, mendewakan uang, dan sebagainya. Bisa saja dunia ini memberikan kekuatan secara politik, ekonomi, namun tanpa spiritualitas itu akan masuk ke dalam kesia-siaan; hanya Allah yang dapat memberikannya agar tidak menjadi kesia-siaan. Menjadi manusia baru di dalam Tuhan dinyatakan dengan kehidupan yang terlebih dahulu mengutamakan apa yang menjadi kehendak Allah, bukan diri sendiri, dan itu hanya didapatkan melalui tuntunan Roh Allah sendiri. Selamat Minggu Trinitatis.
(Pdt. Riki Rikardo Simanjuntak)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s